November 2010 oleh Afif Syaiful Z Muhajir pada 2 September 2012
Penulis : Ahmad Fuadi
(Penulis trilogi Negeri 5 Menara, di Jakarta)
Negeri
5 Menara adalah novel yang terinspirasi kisah hidup saya dan
teman-teman yang pernah belajar di Pondok Modern Gontor, tapi kemudian
bisa belajar ke mancanegara, mulai Amerika Serikat sampai Timur Tengah.
Sejak
menulis novel itu, saya menerima beragam pertanyaan di Facebook,
Twitter, dan email. Di antara pertanyaan yang kerap muncul adalah :
bagaimana caranya saya bisa merebut 8 beasiswa dari luar negeri. Apalagi
latar belakang pendidikan saya adalah sebuah pondok pesantren di Jawa
Timur.
Jawaban ringkas untuk pertanyaan di atas adalah : saya
rajin menggunakan “mantera” dalam novel saya : “Man Jadda Wajada”. Ini
sebuah syair Arab yang berarti “Siapa yang bersungguh-sungguh, akan
sukses”. Syair ini diajarkan kepada kami, para santri di Pondok Modern
Gontor di hari-hari pertama kami masuk kelas.
Namun,
jawaban tentang seluk beluk memenangkan beasiswa tentu tidak sesederhana
itu. Ada beberapa hal spesifik yang perlu dilakukan untuk memenangkan
beasiswa luar negeri kebetulan saya pernah pula menjadi panitia seleksi
beasiswa ke Kanada dan Singapura. Dalam kapasitas itu saya ikut
menyeleksi formulir peserta dan mewawancarai calon penerima beasiswa.
Jadi, saya mungkin bisa bercerita dari kedua belah sudut pandang, baik dari sisi pelamar, maupun sisi penyeleksi.
Beasiswa di mata saya
Saya
mengartikan beasiswa dalam arti luas. Jadi tidak hanya kesempatan
belajar untuk mendapatkan gelar akademik saja. Bagi saya, beasiswa
adalah setiap kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan, baik melalui
proses belajar di kelas atau tidak, tanpa harus membayar alias gratis.
Artinya, beasiswa itu bisa meliputi program sekolah SMA, S1, S2, S3,
tapi bisa juga kursus singkat (short course), pertukaran pelajar
(student exchange), workshop, dan lainnya.
Pelamarnya tidak harus
siswa, bahkan orang yang sudah bekerja juga bisa. Pengertian gratis ini
bisa dalam arti 100% dibayari mulai dari transportasi, biaya tinggal
sampai tuition atau hanya sebagian. Tips yang saya ceritakan di tulisan
ini lebih spesifik untuk berburu beasiswa ke luar negeri.
Beberapa
teman saya ingin sekali mendapatkan beasiswa, tapi selalu merasa
mencari beasiswa itu sulit. Jadi, sebelum berusaha sudah punya mental
block. Paling tidak kita perlu melihat dua hal penting di bawah ini :Pertama:
yakinlah bahwa beasiswa itu banyak. Setiap tahun sekian banyak
organisasi dalam dan luar negeri menawarkan beasiswa. Kesempatan ini ada
dimana-mana, Cuma ada yang diumumkan besar-besaran di media, ada yang
tidak.
Kedua: beasiswa itu bukan buat orang pintar saja, tapi
untuk orang yang mau melebihkan usaha dari orang lain. Pengalaman saya,
ada teman-teman yang pintar, tapi mereka tidak mendapatkan beasiswa yang
diinginkan.
Saya juga kenal orang yang TOEFLnya tidak bagus dan
IPK nya tidak tinggi, tapi bisa dapat beasiswa. Walau skor tinggi TOEFL
dan IPK bagus adalah modal penting, tapi tidak selalu menjadi syarat
satu-satunya. Beasiswa ini seperti buah mangga yang tergantung di pohon.
Ada orang yang ingin memakan mangga, tapi hanya menunjuk-nunjuk buah
itu dari kejauhan. Buah itu tidak akan terbang ke tangan kita, ‘kan?
Perlu usaha untuk merebutnya.
Bagaimana memulai?
Pertama,
pasang niat yang kuat. Artinya, kita benar-benar merasakan keinginan
yang besar di dalam hati, dengan alasan yang tepat pula. Cari alasan
“mengapa” kita harus mendapatkan sebuah beasiswa. Proses ini lebih
kepada dialog internal. Tanpa alasan yang kuat dan jelas, biasanya
semangat mencari beasiswa menjadi cepat kempis.
Kalau sudah punya
niat dan tekad yang kuat, langkah selanjutnya mencari informasi.
Langkah ini tidak sekadar bertanya sambil lalu, tapi benar-benar sebuah
proyek pribadi yang meliputi segala macam cara. Dulu saya melakukan
dengan bertanya kepada teman, dosen, kampus, kedutaan, internet,
selebaran, koran dan segala macam. Intinya, buka mata, buka telinga dan
buka pikiran untuk mendengarkan semua informasi yang ada.
Dengan
internet, pencarian informasi beasiswa semakin mudah. Saya selalu
menganjurkan para pencari beasiswa untuk rajin men-google dengan
beraneka keyword, seperti beasiswa, scholarship, fellowship, grant, dan
istilah sejenis.
Papan informasi di kampus dan biro kemahasiswaan
adalah sumber informasi yang bagus. Pusat Kebudayaan dan Kedutaan juga
kerap memasang info sejenis. Bagi anda yang bekerja di perusahaan multi
nasional, tidak jarang perusahaan besar punya beasiswa internal bagi
karyawannya untuk magang di cabang perusahaan luar negeri. Dulu saya
bekerja di sebuah NGO konservasi internasional bernama The Nature
Conservacy (TNC) yang punya cabang di puluhan negara. Kami, para
karyawan bisa melamar ke beasiswa internal bernama Coda Fellowship untuk
magang di berbagai kantor TNC di berbagai belahan dunia.
Beasiswa
yang besar biasanya mengumumkan setiap penerimaan formulir secara
terbuka di koran nasional. Atau kunjungi situs web penyedia beasiswa
seperti Fulbright, Chevening Award, ADS, Mambusho, dan lainnya. Bisa
juga berlangganan milis seperti beasiswa@yahoogroups.com, blog tentang
beasiswa dan juga ada beberapa akun Facebook yang khusus berbagi akun
beasiswa.
Berapa lama anda harus mencari-cari beasiswa ini? Tidak
ada batas waktu. Upaya pencarian ini bisa cepat menghasilkan, bisa juga
lambat. Tapi pengalaman saya, kalau kita konsisten mencari informasi
dengan berbagai cara, maka dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun kita sudah
dapat informasi yang cukup tentang kandidat beasiswa yang akan kita
lamar.Melamar beasiswa
Anggap saja anda sudah melakukan pencarian
dengan rajin dan mendapatkan beberapa beasiswa yang tampaknya cocok
untuk anda. Langkah selanjutnya apa? Tentunya anda harus melamar dengan
mengirimkan formulir dan dokumen lain kepada pemberi beasiswa. Tapi
sebelumnya perhatikan dengan teliti persyaratan yang dituliskan.
Persyaratan bahan dan dokumen yang harus kita ajukan ini tidak sama di
setiap beasiswa. Ada yang minta banyak dokumen dan ketat, ada yang cukup
longgar. Cara terbaik adalah melengkapi semua yang diminta.
Secara
umum, proses seleksi beasiswa biasanya melalui dua tahap, pertama
adalah seleksi melalui formulir yang masuk, kedua adalah tes atau
wawancara. Bagaimana mempersiapkan dengan baik kedua proses ini?
Pertama
anda perlu menyadari bahwa kertas formulir adalah satu-satunya
kesempatan kita untuk mengenalkan diri kepada tim seleksi. Karena itu,
isilah formulir dengan sebaik-baiknya. Yang saya lakukan adalah
menghabiskan waktu sampai berminggu-minggu untuk mengisi form yang hanya
dua lembar saja. Bukan saya lambat menulis, tapi saya merasa perlu
berkali-kali mengoreksi kesalahan kecil sekalipun. Intinya, kita
pastikan formulir kita istimewa, sesempurna mungkin, error-free, bersih,
jelas dan menjawabpertanyaan sesuai dengan yang ditanya.
Bayangkan,
kalau pelamar sebuah beasiswa mencapai ribuan orang, maka paniti
seleksi akan menerima tumpukan lamaran yang sangat banyak. Mereka hanya
punya waktu sekian detik atau menit saja untuk menyortir dan menentukan
formulir yang bagus dan yang tidak. Yang kurang bersih, tidak lengkap,
bertele-tele, biasanya akan masuk keranjang sampah, walaupun mungkin
potensi pelamar ini sangat bagus. Kalau formulir anda mencuri perhatian
panitia seleksi, maka biasanya anda akan dipanggil untuk wawancara.Sama
dengan formulir tadi, maka wawancara adalah satu-satunya kesempatan
bertatap muka untuk meyakinkan para penyeleksi bahwa anda berhak dan
pantas mendapat beasiswa. Kalau sudah dipanggil wawancara, biasanya saya
mempersiapkan diri dengan melakukan riset mendalam tentang misi
beasiswa, negara yang akan dituju, bidang studi yang akan diambil,
bahkan kalau perlu riset tentang pewawancara.
Supaya tidak grogi,
saya biasanya latihan sendiri dulu untuk menjawab beberapa pertanyaan
yang mungkin keluar. Saya ulang-ulang sehingga lancar dan meyakinkan
dengan logika yang jelas. Pengalaman saya sebagai penguji, kami biasanya
suka dengan pelamar yang antusias, percaya diri tapi tidak berlebihan
“menjual diri”. Berbicaralah dengan artikulatif dan jelas, dan usahakan
rileks. Bahkan sedikit jokes juga boleh.
Begitu wawancara
selesai, tugas kita tinggal berdoa untuk mendapatkan yang terbaik. Nah,
sampai di titik ini, kita hanya akan punya dua kemungkinan. Pertama,
anda dipanggil dan mendapatkan beasiswa dan anda bisa terbang ke luar
negeri ujtuk menuntut ilmu. Kedua, anda tidak dipanggil atau disurati
bahwa anda belum berhasil.
Biasanya di surat itu diselipkan
kata-kata penghibur, “silakan mencoba lagi”. Saya mau mengajak anda
untuk mengikuti nasihat ini. Kalau belum berhasil, coba lagi dan coba
lagi. Ulangi lagi proses tadi, mulai dari niat yang kuat, pencarian
informasi sampai pengisian formulir. Tidak ada ruginya mengulang, karena
melamar beasiswa itu gratis. Dan tidak penting berapa kali anda gagal,
yang penting itu hanyalah satu kali saja anda berhasil. Satu kali
keberhasilan itu mampu mengobati semua rasa capek dan kegagalan
sebelumnya.
Jalan-jalan dan karier
Keuntungan apa yang kita
dapatkan selain kesempatan belajar gratis? Beasiswa ke luar negeri akan
membuka wawasan berpikir dan pergaulan. Dengan beasiswa, kita juga bisa
mendapatkan kesempatan untuk liburan gratis ke berbagai tempat. Waktu
saya dapat beasiswa ke Kanada, Singapura, Amerika Serikat, dan Inggris,
saya memaksimalkan waktu untuk jalan-jalan ke daerah atau negara lain
yang bertetangga dekat.
Sampai saat ini, saya telah keliling ke
30 negara bersama Yayi, istri saya. Banyak di antara negara itu kami
kunjungi selama kami mendapatkan beasiswa. Misalnya kami keliling Eropa
Barat dalam perjalanan pulang dari Amerika, lalu sampai Eropa Timur
ketika sekolah di Inggris.
Keuntungan lain adalah pergaulan yang
antar budaya, budaya, dan agama yang luas. Dalam mencari kerja, saya
juga banyak terbantu oleh network para alumni beasiswa Fulbright,
Chevening dan Singapore International Foundation. Pengalaman saya
merekrut calon staf di kantor, kami memberi nilai plus untuk pelamar
yang pernah mendapatkan beasiswa. Kalau d resume kita ada catatan penuh
mendapatkan beasiswa semacam Fulbright, ADS, atau Chevening, biasanya
akan memudahkan kita untuk diterima bekerja di perusahaan yang bonafid
dan dengan posisi yang baik pula.
Jadi tunggu apa lagi. Kalau
anda benar-benar telah bertekad bulat untuk berburu beasiswa, maka
lakukan sekarang juga. Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh
akan sukses!
8 beasiswa yang pernah didapat Ahmad Fuadi:
1995 – Youth Exchange Program ke Kanada. Program ini kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Kanada.
1997
– Singapore International Foundation Fellowship. Kuliah satu semester
di salah satu universitas terbaik di dunia, National University of
Singapore.
1999 – Fulbright Scholarship, kuliah S2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University, Washington DC.
2000 – Ford Foundation Award.
Columbian School of Arts Award, GWU
2001 – Indonesia Cultural Foundation, New York.
CASE Media Fellowship, University of Maryland.
2004 – Chevening Award, Kuliah S2 di Media Arts, Royal Holloway, University of London.