Rabu, 18 September 2013

Untukmu, Calon Imamku


Bimillah...

          Tetes demi tetes air jatuh dari langit tak berujung, membasahi permukaan Bumi yang merindukan kesejukannya. Tik..tik..tik.. Tetesan air hujan menghasilkan nada yang indah membuatku ingin menggoreskan pena. Perlahan-lahan aku memulai merangkai kata menjadi kalimat, paragraf dan akhirnya menjadi sebuah surat untukmu calon imamku.

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh..
Wahai calon Imamku dan ayah dari anak-anakku, engkau yang telah tertulis di lauhul mahfudz. Apa kabar iman mu hari ini? Apakah yang sedang kau lakukan disana? Sudahkah engkau bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah hari ini?
Wahai calon imamku..
Kini aku sedang memperbaiki diriku untuk lebih baik. memantaskan diri sebagai istri untuk mendampingimu, menjaga dan merawat buah hati kita nantinya. Meskipun kau Imamku, ibu adalah madrasah pertama bagi mujahid-mujahidah kecil nantinya. Aku sedang merancang hidupku, hidup kita, keluarga kita dan berjihad hanya karena Allah semata.
Wahai calon imamku..                                                     
Kini aku sedang menundukkan pandanganku, menjaga hatiku dan mencampakkan hawa nafsuku. Semoga Allah selalu menjaga kita terhindar dari sentuhan orang-orang yang bukan mahrom. Agar kau bisa mempersembahkan dirimu seutuhnya untukku dan aku juga ingin mempersembahkan diriku untukmu seutuhnya.
Wahai calon imamku..
jika tiba saatnya nanti, aku ingin mengajukan syarat kepadamu sebelum aku menjadi istrimu. Aku menginginkan selama aku masih hidup dan aku masih bisa menunaikan kewajiban sebagai isteri. Aku tidak mengizinkan dirimu menikah dengan perempuan lain. Ini semua aku lakukan untuk diriku dan anak-anakku nantinya.
Wahai calon imamku..
Aku hanya ingin seperti Fatimah yang selama hidupnya berumah tangga dengan Ali bin Abi Thalib tidak dimadu oleh Ali. Dan aku ingin seperti Khadijah yang selama hidupnya berumah tangga dengan Rasulullah juga tidak dimadu.
Wahai calon imamku..
Disaat ijab kau lantunkan. Saat itu pula aku bukan lagi tangung jawab orang tuaku. Namun tanggung jawabku beralih kepadamu. Saa itu pula surga dan nerakaku berada padamu.
Wahai calon imamku..
Perlu kau tau, begitu banyak kurangku. Aku hanya perempuan biasa yang juga punya masa lalu, aku juga perempuan biasa yang punya berjuta kesalahan. Aku ingin kau bisa menerimaku apa adanya.
Wahai calon imamku..
Apakah kau juaga menyebut namaku di dalam do’amu? Seperti halnya aku menyebukan namamu di seiap do’aku.
Wahai calon imamku..
Usahaku dan usahamu tidaklah mudah. Maka tetaplah dalam usahamu. Aku yakin kau kuat disana dan doakanlah agar akupun kuat disini. Kumohon.. bawalah aku dalam tiap doa dan sujudmu kerana do’a yang dapat menolongku.
Wahai calon imamku..
Hingga saatnya, kita bertemu dalam ikatan suci menyempurnakan separuh dien dan kita akan melanjutkan jihad kita bersama. Nanti terimalah aku apa adanya jika aku belum bisa menjadi Khadijahmu, ‘Aisyahmu atau bahkan menjadi seperti ibunda Hajar tapi bimbinglah aku menjadi seperti mereka dan kita bimbing bersama mujahid-mujahidah muda kita nanti tuk melanjutkan perjuangan dakwah ini.

Di kamar kosku tercinta
Untukmu yang ada disana, bersabarlah..
Bawalah aku dalam do’a dan sujudmu,
agar cinta kita nanti,
hanya kerana-Nya.
Aamiin


Biodata Penulis
Hikari Hana adalah nama pena Khuszaimah Yanuar yang berasal dari kota Probolinggo. Ia baru terjun di dunia kepenulisan. Ini tulisan pertamanya dimuat dalam antologi Surat Untuk calon suami oleh grup Annisa. Penulis dapat dihubungi lewat facebook Hikari Hana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu disini :)~~