Bimillah...
Tetes demi tetes
air jatuh dari langit tak berujung, membasahi permukaan Bumi yang merindukan
kesejukannya. Tik..tik..tik..
Tetesan air hujan menghasilkan nada yang indah membuatku ingin menggoreskan
pena. Perlahan-lahan aku memulai merangkai kata menjadi kalimat, paragraf dan
akhirnya menjadi sebuah surat untukmu calon imamku.
Assalamualaikum Warohmatullahi
Wabarokatuh..
Wahai
calon Imamku dan ayah dari anak-anakku, engkau yang telah tertulis di lauhul mahfudz. Apa
kabar iman mu hari ini? Apakah yang sedang kau
lakukan disana? Sudahkah engkau bersyukur atas nikmat yang diberikan
Allah hari ini?
Wahai calon
imamku..
Kini aku sedang
memperbaiki diriku untuk lebih baik. memantaskan diri sebagai istri untuk mendampingimu,
menjaga dan merawat buah hati kita nantinya. Meskipun
kau Imamku, ibu adalah madrasah pertama bagi mujahid-mujahidah kecil nantinya. Aku sedang merancang hidupku, hidup kita, keluarga kita dan berjihad hanya karena Allah semata.
Wahai
calon imamku..
Kini
aku sedang menundukkan pandanganku, menjaga hatiku dan mencampakkan hawa
nafsuku. Semoga Allah selalu menjaga kita terhindar
dari sentuhan orang-orang yang bukan mahrom.
Agar kau bisa mempersembahkan dirimu seutuhnya untukku dan aku juga ingin mempersembahkan
diriku untukmu seutuhnya.
Wahai
calon imamku..
jika
tiba saatnya nanti, aku ingin mengajukan syarat kepadamu sebelum aku menjadi
istrimu. Aku menginginkan selama aku masih hidup
dan aku masih bisa menunaikan kewajiban sebagai
isteri. Aku tidak mengizinkan dirimu menikah dengan
perempuan lain. Ini semua aku lakukan untuk
diriku dan anak-anakku nantinya.
Wahai
calon imamku..
Aku
hanya ingin seperti Fatimah yang selama hidupnya berumah tangga dengan Ali bin Abi Thalib tidak
dimadu oleh Ali. Dan aku ingin seperti Khadijah
yang selama hidupnya berumah tangga dengan
Rasulullah juga tidak dimadu.
Wahai calon
imamku..
Disaat ijab kau
lantunkan. Saat itu pula aku bukan lagi tangung jawab orang tuaku. Namun tanggung
jawabku beralih kepadamu. Saa itu pula surga dan nerakaku berada padamu.
Wahai calon imamku..
Perlu kau tau, begitu banyak kurangku. Aku
hanya perempuan biasa yang juga punya masa lalu, aku juga perempuan biasa yang
punya berjuta kesalahan. Aku ingin kau bisa menerimaku apa adanya.
Wahai calon imamku..
Apakah kau juaga menyebut namaku di dalam do’amu?
Seperti halnya aku menyebukan namamu di seiap do’aku.
Wahai calon imamku..
Usahaku
dan usahamu tidaklah mudah. Maka tetaplah dalam usahamu. Aku yakin kau kuat
disana dan doakanlah agar akupun kuat disini. Kumohon.. bawalah aku dalam tiap
doa dan sujudmu kerana do’a yang dapat menolongku.
Wahai calon imamku..
Hingga
saatnya, kita bertemu dalam ikatan suci menyempurnakan separuh dien dan kita akan melanjutkan jihad kita bersama. Nanti terimalah aku
apa adanya jika aku belum bisa menjadi Khadijahmu, ‘Aisyahmu atau bahkan
menjadi seperti ibunda Hajar tapi bimbinglah aku menjadi seperti mereka dan
kita bimbing bersama mujahid-mujahidah
muda kita nanti tuk melanjutkan perjuangan dakwah ini.
Di
kamar kosku tercinta
Untukmu yang ada disana, bersabarlah..
Bawalah aku dalam do’a dan sujudmu,
agar cinta kita nanti,
hanya kerana-Nya.
Aamiin
Biodata Penulis
Hikari Hana adalah nama pena Khuszaimah Yanuar yang berasal dari kota Probolinggo. Ia baru terjun di dunia kepenulisan. Ini tulisan pertamanya dimuat dalam antologi Surat Untuk calon suami oleh grup Annisa. Penulis dapat dihubungi lewat facebook Hikari Hana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu disini :)~~