Kamis, 26 September 2013

Part2#Danau cinta, bersamanya...

21-22 Januari 2013
Bismillah..

"Ayo cepat berangkatttt..! Nanti ketinggal kereta loh.." teriakku kepada mereka.

Tergopoh-gopoh keluar dari kosan Al-Izzah. Kereta yang mengantarkan kami ke Surabaya akan segera berangkat jam sembilan pagi. Waktu terasa cepat, lima belas menit terlewat begitu saja. Cemas, itu yang kulihat dari mimik muka mereka. Yah, karena lin berwarna kuning yang sendari tadi di nanti tak kunjung datang.

"Benar, naik lin D kan? Itu bukan yaa?" kata salah satu seorang dari kami.

"Alhamdulillah.." ucap kami yang hampir serempak.

Kutengok jam, masih ada waktu. Berutung tempat kosnya sangat stategis dari jalan raya dan stasiun, kira-kira butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai ke tempat itu. Setibanya di stasiun, kulihat hanya ada beberapa ikhwan Haska saja. Mana yang lain? ikhwan Ions? sudah jam berapa ini..

Agrrr.. Kami sibuk sms dan mengubungi mereka. Beberapa saat kemudian, tampak dari arah utara segerombol ikhwan. Beruntung kereta belum datang. Jika tepat waktu? Habislah sudah, tiketnya akan hangus. Hey! Kereta tak akan menunggumu. Dengan atau tanpamu kereta tetap akan berangkat.

Beberapa saat kemudian, suara kereta samar-samar terdengar dari kejahuan. Suara itu semakin dekat. Yah, ini kereta yang akan membawa kami telah berada di depan mata. Bergegas masuk dan mencari tempat duduk masing-masing. Rupanya tempat kami; aku dan Qorry satu deret dengan akhwat Yogja. Mereka di sebelah kiri dan kami di sebelah kanan. Tepat di depanku, dibalik kursi yang kini di tempati, disitu tempat duduk ikhwan Haska. Kalian tau? Ternyata, dua akhwat dan dua ikhwan Ions terdampar di gerbong paling belakang. Hiks hiks.. tak bisa berkumpul dengan mereka. Oya rombongan ini berjumlah delapan belas orang; sepuluh ikhwan dan delapan akhwat.

Roda-roda kereta mulai bergerak. Perjalanan ini pun di mulai. Lima jam, waktu yang singkat. Menurutku. Karena aku tak sendiri, ada mereka di sampingku. Namun yang ku sayangkan, ketika aku tak menggunakan moment itu dengan baik. Yah, sepanjang perjalanan, kebanyakan waktu dipergunakan untuk istirahat. Lelah, mungkin itu yang mereka rasakan. Kupandangi wajahnya, wajah mereka satu persatu, aku merasa bersalah pada mereka. Amat sangat bersalah. Inilah penyesalanku, atas ucapanku waktu itu. Berharap dengan hadirnya diriku dalam perjalanan ini akan mengurangi rasa bersalahku.

Gubeg, stasiun ini lah tempat pemberhentian kami. Berkumpul kemudian menuju pintu keluar stasiun. Kulihat, tampak beberapa ikhwan membawa papan nama yang bertuliskan "Selamat datang Haska UNY, Kmfm UGM dan Ions UNEJ" (Benar nggak ya? lupa v^^ hehe). Lin kuning membawa kami ke tempat tujuan utama yaitu kampus C UNAIR.

Angin sepoi-sepoi membuat udara sejuk, sejenak menghilangkan panasnya mentari siang itu. Bercengkrama dan melihat sekitar, tempat yang pertama kali kami datangi, mungkin untuk sebagian orang dari kami. Mulai memasuki kampus C. Beberapa akhwat dan ikhwan menyambut kedatangan kami, akhwat yang masih ku ingat saat itu adalah ukhti Raih. Afwan, tak bermaksud mulupakan nama kalian v^^

Selesai sholat Ashar, dilanjudkan dengan agenda perkenalan Uki. Hampir dua jam lamanya, hingga akhirnya ditutup dengan makan bersama. Ini nih.. yang kami nanti :D #upssKeceplosan. Beberapa saat kemudian, seorang teman menghubungiku, "Yen, aku di parkiran". Aku pun segera menghampirinya.

Kuperkenalkan kepada mereka semua, salah satu sahabat seperjuanganku, Ama. Gamis bagian bawah yang dipakainya telihat basa. Ah, akhwat satu ini memang... Meski di luar hujan, ia tetap datang. Jaga kesehatanmu! Bagaimana nanti kalau sakit? Akulah orang yang pertama akan memarahimu :D :p

Manusia hanya bisa berencana. Sore itu, hujan tak berujung. Tak tau sampai kapan butiran air akan berhenti menghiasi langit. Malam pun menghampiri, tepat jam setengah delapan malam ketika hujan mulai berhenti. Kami bergegas berangkat menuju tempat peristirahatan, kontraan Ukhti Uki.

Setibanya, kami langsung ke lantai dua dan kau tau? Kami berebut tempat tidur --'. Akhirnya kami menyepakati membagi dengan hompila (*masa kecil kurang bahagia ya? haha, tapi aku menyukai saat-saat seperti ini). Istirahat sejenak, sholat isya' berjama'ah dan dilanjudkan membuka forum perkenalan diri. Dari sinilah kutau, ia, akhwat yang pertama kali kulihat di serambi kosan, esok adalah hari kelahirannya. Apa yang bisa kuberikan kepadanya? Di tempat yang masih terasa asing ini.

Kian malam, kehangatan dan persaudaraan makin terasa. Namun rasa kantuk yang tak tertahan membuatku meminta izin terlebih dahulu. Yah! hari ini ke dua mataku tak bisa dikompromi. Aku pun terlelap, hingga rasa dingin menyerbuh membuatku terjaga dari dunia mimpi. "Tak ada kehidupan lagi, mereka telah telelap" ucapku kepada diriku sendiri.

Pergantian hari akan segera berganti. Tiba-tiba seorang akhwat keluar dari kamar, terdiam sejenak melihat sekitar....
"Apa yang membuatmu terbangun?" sapaku
"Di dalam panas. Kamu nggak tidur po?" jawabnya sambil berjalan menghampiriku
"Efek dari kedinginan, nggak bisa tidur"
"Oh.. aku tidur disini ya?"
"hmm iya.."
Lelah telah membawanya pergi ke alam mimpi begitu cepat. Damai, itu yang kurasa ketika melihatnya.

****bersambung****

Kamis, 19 September 2013

part1#sebuah penantian...

18-21 januari 2013
Bismillah..

Setelah penantian yang cukup lama, akhirnya hari ini datang juga. Hari yang ku nanti, bukan hanya diriku tapi kami semua, keluarga besar Ukki Ions. Dan lebih tepatnya malam nanti, saudara-saudara yang jauh dimato akan segera tiba di kota kecil ini, Jember. Hmm.. kalian penasaran dengan mereka? Ah, aku pun begitu. Pengalaman pertama..

Tak kenal maka tak sayang, begitu pepatah mengatakan. Baiklah, akan ku ceritaka sedikit asal usul saudara-saudara kami ini. Mereka berasal dari berbagai penjuru, berkumpul dan dipertemukan dengan tujuan yang sama yaitu menuntut ilmu. Di kota Gudeg, Yogyakarta. Mereka dari Universitas Yogyakarta (UNY) dan Universitas Gaja Madah (UGM). Mungkin ada yang bertanya-tanya, kok bisa kenal? Takdir. hehe. Sekenario Allah :). Kami tergabung dalam organisasi Jaringan Rohis Mipa Nasional (JRMN). Masih penasaran? nanti ku ceritakan di belakang ye.. :p

Mentari berjalan berganti malam. Sedih tak bisa menjemput langsung di stasiun karena keadaanku yang tak memungkinkan, "harus banyak istirahat" begitu kata dokter. Menyebalkan. Selesai minum permen warna-warni itu, aku pun terlelap.

Hingga samar-samar terdengar beberapa orang yang sedang asik bercerita. Saking asiknya, tak menyadari bahwa suaranya membuat orang terjaga dari dunia mimpi T.T hiks. Ingin kembali keperaduan, namun angin malam menyentuhku tanpa diminta. Dingin, bbbrrr.. Dengan rasa malas aku pun menghampiri asal suara itu..

"Siapa mereka? Apa mereka.." kata suara hati kecilku. cepat-cepat ku kembali ke kamar, mencari sebuah jilbab dan langsung menemuinya. Dari sini lah, persaudaraan itu bermula. Tiga akhwat tangguh; Fitri, Yuli dan Reni. Kudengar dari mereka, esok akan ada dua akhwat lagi yang menyusul ke tempat kami. Senangnyaa.. Beberapa saat kemudian, ku tatap wajah mereka satu persatu tampak letih. Ku tegok jam sudah menunjukkan tengah malam. Aku pun mempersilahkan mereka istirahat. 

Dan kalian tau? perjuangan akan segera dimulai! Yup, berhubung kami memiliki koki yang handal :D jadi kami pun memasak sendiri. Memanfaatkan yang ada *eh?.. Perkenalkan, koki kami adalah Mbk Iim. Untungnya, tak hanya hobby makan, masak pun bisa :D dan masakannya pun oke. hehe.. v^^.

Sang fajar begitu cepat datang menyambut pagi. Agrrr.. menu masakan belum semua selesai, namun kami bisa mengatasinya. Alhamdulillah. Mentari tanpa malu-malu memberikan kehangatannya. Berharap kehangatan persaudaraan kami, sehangat mentari pagi ini. Tepat pukul enam pagi, mbk iim mengajak mereka berkeliling mengitari kampus dan sejam kemudia kembali..

Setelah bersih diri, kami bergegas ke Masji Baitul Ilmi (Mabail) Fmipa. Saatnya sarapan pagi.. Meski sarapan dengan apa adanya, namun terasa nikmat ketika bersama-sama. Bukankah begitu? Setelah ini, kalian akan bersenang-senang melihat indahnya kota Jember dan aku lagi-lagi hanya bisa melihat dari kejauhan. Nikmatilah meski tak ada aku bersamamu, nanti ceritakan apa yang kau dapatkan ;) oke..

Malam hari, kami lewati dengan berbagi cerita. Tak membutuhkan waktu lama untuk membuat hati kami menyatu. uhuk uhukk.. Gelak tawa kami terdengar disegala punjuru kamar.. Heboh! seolah-olah Pasar Tanjung pindah ke kosan ini --', Al-Izzah.

Pagi kembali menyapa. Karena semalam hujan lebat dan akhirnya sarapan pagi menjadi makan siang. Heuh.. maafkan kami yang tanpa sengaja telah menzolimi perut kalian. hiks. Para akhwat pagi itu pergi menghadiri kajian IKADI di kota, ditemani mbk Laila. Untuk sekian kalinya aku tak bisa menemani kalian. Sekitar jam sembilan, mereka kembali kemudian berkumpul di Mabail.

Dari arah barat serambi kamar, datang seorang akhwat. "Ini kah akhwat yang menyusul itu?" bisik suara hati. Sambil mengupas kentang untuk bahan sop, mata tetap tertuju padanya. Terlihat tomboy, namun wajahnya teduh menggambarkan kedewasaan. "Sepertinya ada sesuatu dengan akhwat satu ini" kembali suara hati ini berbicara.

Berkenalan dengannya. Ia pun membantuku. Tak lama kemudian, aku memintanya untuk berkumpul bersama yang lain di Mabail. Agenda hari ini adalah perkenalan JRMN. Afwan jiddan, entah ini yang keberapa kalinya, kami (akhwat Ions) pagi ini tak bisa menemani kalian karena *titt.. sensor.

Langit mulai memerah. Tandanya senja segera datang. Hingga langit berganti berwarna gelap. Malam menjadi saksi biksu, bahwa kami pernah makan bersama di tempat itu. Mie jamur, salah satu makanan yang diminati mahasiswa maupun masyarakat sekitar.

Kalian tau? Aku masih mengingat perkataan itu..
"Kau tau mbk? Kami tak ingin apa-apa, kami hanya ingin bersamamu"
Ah, kalian ini.. membuat hatiku meleleh :'D

Dinginnya pagi tak menyurutkan langkah kaki tuk membasuhi wajah dengan air wudhu'. Lantunan ayat-ayat Al-qur'an terdengar sangat jelas di dalam Musholah kos. Hatiku tenang mendengarkannya dan hari ini, untuk pertama kalinya akan pergi jaulah atau berkunjung ke Universitas Air Langga (UNAIR) bersamanya, bersama mereka..

Waktu yang singkat membuat kami semakin dekat. Orang bilang, "Kalian seperti sudah kenal lama". Benarkah? Mungkin, hatiku, hati kami dan hati mereka telah terikat oleh kata "Ukhuwah". Dan potongan episodeku dengan kalian, akan selalu kuingat. Jika perlu, akan ku letakkan di ruang hatiku :D hehe.. 

Thanks for you, telah berkunjung dan bersedia ketempat kami..
Afwan jiddan, apabila kami kurang menyambut kalian dengan sepenuh hati :')..
Dan kami disini, masih memiliki hutang kepada kalian..
Yah! berkunjung ketempat kalian.
Berharap tahun ini, bisa kesana..
Jangan Bosan, menanti kami..

kamis, 19 september 2013.
cerita lama, namun masih membekas dihatiku.

Foto kenangan di Mabail

Rabu, 18 September 2013

SUSAHNYA BERKATA JUJUR karya Jefi Hermawan

           Beberapa hari yang lalu, setelah syuro’ FLP kecil-kecilan di UPT TI UNEJ, teman saya yang masih kuliah di Fakultas MIPA dan kebetulan juga menjadi salah satu anggota organisasi IONS, nama organisasi ke-Islaman di Fakultas MIPA, menawarkan kepada saya berbuka puasa bersama anggota IONS di masjid Fakultas FMIPA. Awalnya saya tolak karena biasanya saya sudah di tunggu teman-teman saya di pondok. Tetapi karena waktunya sudah maghrib, saya pun memenuhi tawarannya.
Sesampai di parkiran Fakultas MIPA, dari arah masjidnya masih terdengar dari kejauhan suara tausiyah atau ceramah atau juga diskusi atau apalah jenis kegiatannya saya kurang begitu mengerti. Yang jelas masih belum adzan untuk wilayah FMIPA UNEJ, padahal di tempat lain sudah bersahut-sahutan suara adzan. Saya menuju masjid bagian ikhwan dan acaranya pun tiba-tiba selesai. Saya disambut oleh beberapa orang di serambi masjid yang sedang mempersiapkan makanan dan minuman untuk berbuka. Terlihat ada beberapa gelas yang sudah terisi air, tersedia juga beberapa buah kurma yang sudah di bungkus rapi dengan plastik berukuran kecil-kecil, di sampingnya ada beberapa kotak nasi.
Beberapa menit kemudian muncl dari masjid seorang yang tidak asing bagi saya, wajahnya berseri-seri, mudah senyum, dan bicara pun sopan. Ia adalah salah sat personel DNA (Djember Nasyid Acapella) yang pernah tampil ketika acara Talkshow bareng Kang Abik di Telkom tapi saya belm tau namanya. Untuk sementara biar saya sebut Acap. Sepertinya Acap adalah pimpinan organisasi IONS (hehe, cuma nebak saja).
Adzan pun berkumandang, mahasiswa satu-persatu dari arah timur mlai berdatangan. Sambil menyantap buah kurma, tiba-tiba saja HP Acap berbunyi. Mereka berbincang.
“Dari mana Mas?” Acap mulai bertanya seperti sudah kenal dan akrab saja dengan saya, padahal nama saja kami sama-sama tidak tau.
“Owh, dari syuro’ FLP barusan di UPT TI mas.” Jawab saya.
Sampean di Jember tinggal ndek mana?”
“Di Al-Qodiri, Mas.”
Acap hanya mangut-mangut. Pembicaraan pun putus sebentar karena teman-temannya menyapa. Mereka bertegur sapa. Menyapa saya kembali.
“Mas, nanti sampean jangan pulang dulu ya. Ngimami taraawih di sini.”
Saya nelen ludah.
“Ya, sekalian mimpin khotbah di sini.” Lajutnya lagi.
Gak salah? Kok tiba-tiba saya disuruh ngimami? Nawarin kayak gitu didengerin banyak orang lagi? Apa yang istimewa dari saya? Apa karena saya pakek songkok ia menganggap saya orang ‘alim? Jika begitu, ini salah besar! Karena pada kenyataannya saya masih jauh dari kata ‘alim itu sendiri. Nggak tau apa-apa malahan. Dan ketika itu juga saya nggak bisa berkata apa-apa kecuali hanya dalam hati saja,”Waduh, saya musti gimana nih? Saya ini orangnya kayak gini kok disuruh ngimami apalagi khotbah? Malah berabe entar! Harus cari cara paling jitu untuk menolaknya.” Akhirnya saya diamkan saja. Diam bkan tidak mau menanggapi sama sekali. Ini diamnya diam binggng, antara siap atau tidak.
Suasana di bagian ikhwan hening hanya terdengar suara dari bagian akhwat yang tersatir papan tulis dengan golongan ikhwan. Kemdian saya hendak mengambil wudlu. Pertanyaan susulan menghentikan langkahku ketika menju tempat wudhu, “Bagaimana Mas, nanti bisa kan ngimami? Ya, sekali-kali gitu.”
Akhirnya saya duduk lagi, tiba-tiba sebuah alasan muncul “Waduh, maaf, Mas. Saya ditunggu teman-teman saya di pondok. (Bullshit!*).”
“Ya, sms temannya kan bisa. Bilang kalau nanti saja setelah terawih ketemu saya.”
Aduh, mau ngomong apalagi nih? Pikir saya. “Ya.. masak harus saya Mas? Yang lebih pantas dari saya kan banyak.” Saya memastikan.
“Sampean kan pakek songkok, dari pesantren. Masalahnya, disini itu orang yang dikasi jadwal nggak bisa datang. Tadi baru bilang. Makanya gak ada yang ngisi.”
Nah, kana pa ku bilang? Dia menilai saya dari luarnya saja. Acap belum tau siapa saya. Kalau sudah tau mungkin ya, moh.. moh.. gitu. Atau dia mengatakan seperti itu niatnya hanya bergurau saja. Haha, ndak tau lah.
“Jangan lihat saya dari songkoknya, Mas. Bener saya pakek songkok, dari pesantren tapi ditanya masalah agama ndak tau sama sekali. Haha.”
“Hus, ndak boleh ngomong gitu.”
Akhirnya saya diam lagi.. tak ada pembicaraan. Beberapa menit kemudian saya menyahut,”Ya sudah Mas ya, saya mau ambil wudhu dulu. Tanpa menunggu Acap merespon, saya langsung berdiri lagi dan cepat-cepat menuju tempat wudhu.
Ketika wudhu, saya masih kepikiran tentang Acap yang menanyaiku dengan nada serius banget. Bagaimana mungkin dia langsung menyuruh saya untuk menjadi imam sholat terawih dan memimpin khotbah, sedang seumur-umur saya tidak pernah jadi imam sholat apalagi memimpi khotbah? Ma mimpin khotbah tarawih bagaimana, la wong selama saya di pondok ini tidak pernah pakai acara khotbah ketika terawih? Tapi saya maklum sekali, memang ada perbedaan. Jika terawehnya menggunakan 8 rakaat (kebanyakan) berarti ada khotbah di dalamnya, tapi kalau yang 20 rakaat seperti di pondok saya itu tidak ada khotbah. Jadi langsung sambung ke sholat witir. Tapi saya tidak pernah mempermasalahkan perbedaan rakaat sholat tarawih karena hal tersebut akan membuat saya malas untuk sholat terawih. Mau pakek yang 8 oke, yang 20 rakaat juga oke. Yang saya permasalahkan sekarang adalah kesiapan. Siap atau tidak? Sudah itu saja. Tetapi posisiku ketika it tidak siap sama sekali dan memang tidak ada persiapan. Dadakan sih. Jadi saya memutuskan untuk menolak.
Kalau ditanya masalah pakaian? Saya ini loh pakaiannya Cuma hem lengan pendek jaket hitam, celana juga hitam, bersongkok bundar hitam, dan membawa tas ransel warna hitam. Semua serba hitam pokoknya dah. Kayak preman bersongkok. Haha. Gitu kok dikira ‘alim.. haduh, salah besar. Hmm, setelah dipikir-pikir, saya kok ngerasa bener-bener gak siap ya. Materi apa yang mau disampein juga gak ada. Ya sudah lah, pokoknya saya nggak siap dan gak mau. Mantep dah!
Setelah wudhu, saya langsung menuju ke dalam masjid, ternyata sholat sudah dimulai. Ketika saya datang, sang imam membaca surat pendek. Surat apa yang dibaca saya tidak tau. sepertinya sang imam adalah Hafidz. Setelah kulihat siapa imamnya ternyata si Acap.
Sholat pun selesai. Dilanjutkan dengan dzikir dan do’a sendiri-sendiri. Banyak orang yang menegakkan sholat sunnah ba’diyah. Tapi tidak bagi saya. Saya langsung melangkah keluar untuk balik ke pondok. Baru sampai serampi masjid, langsung dipapas oleh beberapa orang yang sedari tadi mempersiapkan makanan buka bersama,”Mau kemana, mas?”
“Mau pulang Mas, ini sudah ditunggu” (Bullshit!**)
“Lho, nggak buka di sini saja, Mas? Buka bersama. Ayo buka dulu. Ditunggu siapa lo?”
“Ditunggu teman-teman di pondok saya, Mas” (Bullshit!***) jawab saya sembari memasang sepatu di tangga masjid.
Sudah tiga kali bohong.
Perasaan dan pikiran saya ketika itu sudah mantap tidak mau jadi imam dan memimpin khotbah. Kalau saya lama-lama di masjid itu apalagi sampai buka bersama, otomatis akan terjadi perbincangan lagi terkait masalah penawaran yang sebelumnya sempat belum saya jawab. Dan khawatirnya saya jadi bersedia. Gawat kalau saya siap secara mendadak alias tidak ada persiapan sama sekali. Toh kalau pun saya siap ketika itu namanya bukan pemberani tapi NEKAT. Bagi saya, NEKAT itu sama saja bunuh diri (Haaa… Saya nggak mau membunuh diri saya sendiri).
“Ya sudah, ini nasinya dibawa saja, Mas!” kata salah satu orang yang mempersiapkan makanan untuk berbuka bersama itu.
Saya pun menerimanya dan beranjak meninggalkan seraya berkata, “Terimakasih, Mas.”
Mereka pun menjawab,”Ya, sama-sama”
Tidak lupa juga, saya pamit dengan mengucapkan,”Assalamualaikum”
Secara bersamaan mereka menjawab,”Walaikumsalam.”
***
*)**)***) Saya berbohong sudah tiga kali. Tapi Allah tetap saja member Rizki. Buktinya saya pulang dengan membawa satu kotak nasi. Hehe.
Prinsip yang dimiliki oleh seseorang ternyata bisa juga hilang dalam sekejap ketika dihadapkan dalam keadaan kepepet. Jujur itu susah sekali (aplikasinya). Apalagi mencari orang-orang jujur zaman sekarang, seperti mencari mutiara di tengah samudra. Sepele sekali memang kelihatannya, tetapi melakukannya susahnya minta ampn.
Sering mendengar ceramah, tausiah, atau himbauan untuk jujur, apalagi di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, namn lagi-lagi pengalamannya adalah hal yang sangat berat sekali. Memang sih, berbohong itu tidak membatalkan puasa tapi pahala puasa berkurang bahkan bisa batal alias hilang sama sekali (Inilah puasa orang awam).
Kalau berbohong pada diri sendiri sih masih mending, urusannya hanya dengan Tuhan. Lha kalau berbohong kepada orang lain itu urusannya jadi double, yah ke Tuhan. Ya ke orang yang dibohongi juga. Astaghfirullah.
Mudah-mudahan ke depannya tidak terulang lagi, Ya robb, Amin.

***SELESAI***

      Sahabat fillah, pernah membaca atau mendengar kalimat seperti ini..
“Karena ketika lidahku tak mampu mengucapkan banyak hal untuk mengubah dunia dan menghibur mereka, lewat tulisanlah apa yang kupikirkan akan mampu diterima. Dengan menulis, aku bisa melakukan apapaun. “

Yuuk, Menebarkan kebaikan melalui tulisan ^^

Untukmu, Calon Imamku


Bimillah...

          Tetes demi tetes air jatuh dari langit tak berujung, membasahi permukaan Bumi yang merindukan kesejukannya. Tik..tik..tik.. Tetesan air hujan menghasilkan nada yang indah membuatku ingin menggoreskan pena. Perlahan-lahan aku memulai merangkai kata menjadi kalimat, paragraf dan akhirnya menjadi sebuah surat untukmu calon imamku.

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh..
Wahai calon Imamku dan ayah dari anak-anakku, engkau yang telah tertulis di lauhul mahfudz. Apa kabar iman mu hari ini? Apakah yang sedang kau lakukan disana? Sudahkah engkau bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah hari ini?
Wahai calon imamku..
Kini aku sedang memperbaiki diriku untuk lebih baik. memantaskan diri sebagai istri untuk mendampingimu, menjaga dan merawat buah hati kita nantinya. Meskipun kau Imamku, ibu adalah madrasah pertama bagi mujahid-mujahidah kecil nantinya. Aku sedang merancang hidupku, hidup kita, keluarga kita dan berjihad hanya karena Allah semata.
Wahai calon imamku..                                                     
Kini aku sedang menundukkan pandanganku, menjaga hatiku dan mencampakkan hawa nafsuku. Semoga Allah selalu menjaga kita terhindar dari sentuhan orang-orang yang bukan mahrom. Agar kau bisa mempersembahkan dirimu seutuhnya untukku dan aku juga ingin mempersembahkan diriku untukmu seutuhnya.
Wahai calon imamku..
jika tiba saatnya nanti, aku ingin mengajukan syarat kepadamu sebelum aku menjadi istrimu. Aku menginginkan selama aku masih hidup dan aku masih bisa menunaikan kewajiban sebagai isteri. Aku tidak mengizinkan dirimu menikah dengan perempuan lain. Ini semua aku lakukan untuk diriku dan anak-anakku nantinya.
Wahai calon imamku..
Aku hanya ingin seperti Fatimah yang selama hidupnya berumah tangga dengan Ali bin Abi Thalib tidak dimadu oleh Ali. Dan aku ingin seperti Khadijah yang selama hidupnya berumah tangga dengan Rasulullah juga tidak dimadu.
Wahai calon imamku..
Disaat ijab kau lantunkan. Saat itu pula aku bukan lagi tangung jawab orang tuaku. Namun tanggung jawabku beralih kepadamu. Saa itu pula surga dan nerakaku berada padamu.
Wahai calon imamku..
Perlu kau tau, begitu banyak kurangku. Aku hanya perempuan biasa yang juga punya masa lalu, aku juga perempuan biasa yang punya berjuta kesalahan. Aku ingin kau bisa menerimaku apa adanya.
Wahai calon imamku..
Apakah kau juaga menyebut namaku di dalam do’amu? Seperti halnya aku menyebukan namamu di seiap do’aku.
Wahai calon imamku..
Usahaku dan usahamu tidaklah mudah. Maka tetaplah dalam usahamu. Aku yakin kau kuat disana dan doakanlah agar akupun kuat disini. Kumohon.. bawalah aku dalam tiap doa dan sujudmu kerana do’a yang dapat menolongku.
Wahai calon imamku..
Hingga saatnya, kita bertemu dalam ikatan suci menyempurnakan separuh dien dan kita akan melanjutkan jihad kita bersama. Nanti terimalah aku apa adanya jika aku belum bisa menjadi Khadijahmu, ‘Aisyahmu atau bahkan menjadi seperti ibunda Hajar tapi bimbinglah aku menjadi seperti mereka dan kita bimbing bersama mujahid-mujahidah muda kita nanti tuk melanjutkan perjuangan dakwah ini.

Di kamar kosku tercinta
Untukmu yang ada disana, bersabarlah..
Bawalah aku dalam do’a dan sujudmu,
agar cinta kita nanti,
hanya kerana-Nya.
Aamiin


Biodata Penulis
Hikari Hana adalah nama pena Khuszaimah Yanuar yang berasal dari kota Probolinggo. Ia baru terjun di dunia kepenulisan. Ini tulisan pertamanya dimuat dalam antologi Surat Untuk calon suami oleh grup Annisa. Penulis dapat dihubungi lewat facebook Hikari Hana.