Kamis, 28 November 2013

Book3# Segera terbit, insyaAllah



Karena Ayah mencintaiku
Hikari Hana
Siang itu.. panasnya mentari seperti membakar kulitku. Aku tak memperdulikannya dan tetap mengayuh sepeda mini kesayanganku dari halaman rumah. Belum terlalu jauh, kulihat segerombol orang yang tak asing lagi. Semakin mendekat, semakin kutahu ternyata mereka adalah teman sekolahku. Hingga akhirnya terdengar suara, salah satu dari mereka menyapaku.
“Hey, kamu mau kemana?” sapa salah satu dari mereka.
“Ada acara latihan volley. Kenapa?” jawabku singkat.
“Loh, kita ini mau ke rumahmu. Masak kamu tegah sih? Setidaknya persilahkan kita masuk sebentar. Gerah nih..”
Apa kau tega? Sebentar saja! Bisik suara hatiku. Setelah kupertimbangkan beberapa hal dan akhirnya luluh juga. Mau tak mau, aku pun berbalik arah untuk kembali ke rumah bersamanya. Meski prasangkaku tak enak, tapi kucoba membuang jauh-jauh prasangka itu.
Menit berganti menit. Awalnya berjalan seperti biasa. Namun tak lama kemudian menjadi sebuah petaka. Entahlah, apa yang kita bicarakan hingga gelak tawa membahana terdengar disegala penjuru. Setelah temanku pergi, saat itu juga aku dipanggil oleh Ayah.
Dengan tergesa-gesa kumenghampirinya. Aku cemas. Apa yang akan Ayah kata kan? Ah semoga baik-baik saja. Mencoba menghibur diriku sendiri.
“Ada apa, Yah?” tanyaku. Kedua bola mata Ayah memerah.
Be’en riyah reng binek, tak lebur e’eding agih agejek bik reng lakek apa poleh eyabes agih. Kamu ini perempuan, tak enak di dengar bergura dengan laki-laki apa lagi di lihatkata Ayah dengan marah.
Sengak be’en ngebe kanca reng lakek poleh! Awas kamu bawa laki-laki lagi! Apa poleh benyak engak ruwah. Apa lagi banyak seperti itu” lanjut Ayah.
  Diam, hanya itu yang bisa kulakukan. Takut akan kemarahan Ayah semakin besar. Kuberanikan diri tuk menatap wajahnya kembali, kedua bola matanya terbelalak mengisaratkan bahwa ayah saat ini benar-benar marah padaku. Dan akhirnya Ayah meninggalkanku dengan tampang bersalah.
            Hey, ini semua ulahmu!! Suara hatiku menyalahkanku. Dalam hitungan detik, aku berhambur ke kamar. Embun yang menggatung di pelupuk mata tak terbendung lagi. Aku menjerit. Tapi tak ada seorang pun yang mendengarku.
            Terkekang. Merasa tak bebas. Begitulah yang kurasa masa itu. Aku sering bertingkah karena itu Ayah sering kali memarahiku. Mungkin, akibat rasa iri dengan temanku yang lain.
Kini, aku baru memahami semuanya setelah aku merantau jauh darimu, Yah.. Begitulah cara Ayah mendidikku. Begitulah cara Ayah menjagaku dengan cara berbeda. Begitulah cara Ayah menyampaikan rasa cintanya padaku. Begitulah cara Ayah…
Cinta Ayah sebesar cinta Ibu, bahkan mungkin terlalu besar untukku.
Terimakasih banyak Ayah.. Bagiku, kata terimakasih pun tak cukup untuk membalas semua yang Ayah lakukan untukku. Sampai saat ini, aku belum bisa melakukan banyak hal untukmu. Maafkan aku, Yah..
Mencoba tak mengecewakan Ayah. Aku tak ingin melihat wajah Ayah yang memberikan isyarat kecewa dan khawatir. Ayah tetap tegas padaku meski kini tubuh mulai rapuh temakan usia.
Suatu ketika aku membaca postingan seperti ini; Selangkah anak perempan keluar dari rumah tanpa mentup aurat, maka selangkah juga Ayahnya itu hampir ke Neraka. Aku tak mau hanya karenaku, Ayah... Untukmu, untukku dan untuk semuanya, kini kumencoba mendekatkan diri panda Robbku. Menjaga iffah dan izzahku..
Jember, 19 Oktober 2013
Uhibbuka fillah, Ayah

Biodata Penulis;
Hikari Hana adalah nama pena Khuszaimah Yanuar yang berasal dari kota Probolinggo Jawa Timur. Penulis dapat dihubungi lewat e-mail HikariHana_93@yahoo.co.id atau facebook Hikari Hana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu disini :)~~