Sabtu, 29 Maret 2014

book5#Alhamdulillah sudah terbit :)




Bila Jodoh, Tak Akan Kemana
Hikari Hana
“Han..” Suaranya memecahkan keheningan.
“Ya, kenapa?” Jawabku singkat tanpa melihat kearahnya.
“Aku menyukaimu. Maukah kau menjadi pacarku?“ Nada suaranya mulai serius.
“Maaf, aku tidak bisa” Perasaanku mulai tidak menentu.
“Kalau begitu, jika kau tidak mau menjadi pacarku…” Ia menghentikan perkataannya sejenak sambil memikirkan apa yang akan diucapkan, “Maukah kau menjadi istriku?” Lanjutnya. Kini ia menghentikan sepeda yang dikayuhnya. Melihat dan menanti jawaban dariku.
Perkataannya membuatku tertegun. Tanpa disadari kaki ini berhenti melangkah. Seketika seluruh badan seolah membeku. Dingin, sedingin es batu. Ada rasa takut yang menghantuhui. Yah, aku takut salah bicara.
Apa yang bisa dilakukan oleh bocah ingusan sepertiku? Usia yang masih seumur jagung, masih anak kemarin sore. Sekolah pun masih belum rampung. Ah, mengenai itu, mengenai pernikahan, untuk saat ini belum. Pikiran itu terlampau jauh buatku. Meski mayoritas masyarakat desan disini banyak yang telah menikah pada saat seusiaku, tapi itu tidak berlaku bagiku.
“Sekali lagi, maaf…” Aku menarik nafas panjang. “Aku masih ingin melanjutkan sekolah, masih ingin kuliah” aku menjawab dengan pandangan lurus kedepan dan menimang-nimang apa yang akan dikatanya lagi.
“Aku akan menunggumu…” Ucapnya dengan memelas.
“Tidak perlu. Mas, tidak perlu menungguku. Selain aku tidak ingin memberikan harapan yang belum tentu bisa menepatinya, alangkah baiknya, mas carilah yang lain. Dan lagi pula…” suaraku berhenti dan mulai berat.
“Lagi pula… kau tidak menyukaiku?” Ia menyambung perkataanku.
“Maaf. Dan juga, suatu saat nanti, aku ingin mencari calon yang benar-benar tidak mengenali sebelumnya, tentu bukan orang yang berasal dari daerah sini” Dengan kepala tertunduk, aku menjawabnya. Ah, semoga tidak salah bicara.
“Aku mengerti sekarang. Baiklah, terimakasih atas semuanya. Semoga kau sukses, dik. Aku pergi dulu” Ucapnya untuk terakhir kali.
Belum sempat mengatakan sesuatu untuknya, untuk terakhir kalinya. Ia pergi begitu saja tanpa menunggu satu dua patah dariku. Hanya bisa melihat dari jauh. Punggungnya memberikan isyarat, ia ingin sendiri, ia tidak ingin diganggu. Maafkan aku, Mas. Pergi dengan membawa setumpuk luka; kekecewaan. Sepeda mini yang ia kayuh membawanya semakin jauh dariku, kemudian menghilang.
Setibanya di rumah, aku menceritakan semua yang terjadi siang itu pada Ibu. Ada setumpuk air yang tertahankan dan akhirnya air itu pun meleleh. Menangis tersedu-sedu. Hanya itu yang bisa kulakukan. Menanyakan beruang kali pada ibu, apa aku salah? Sungguh, tidak ada keinginan melukai perasaannya, tapi aku juga tidak menginginkan hubungan itu.
Aku yakin ia bisa melaluinya. Harus bisa! Karena ia lelaki dewasa. Lebih matang dariku. Tentang rasa, ia akan pergi dengan sendirinya, akan terganti dengan sendirinya.
Hari berganti hari. Dengan kesibukanku di sekolah, sedikit demi sedikit mulai melupakan kejadian itu. Beberapa bulan kemudian, tanpa di duga, aku bertemu kembali. Disampingnya, ada seorang perempuan yang menemani. Setelah aku tahu, ternyata ia adalah istrinya. Alhamdulillah. Memang kalau jodoh tidak akan kemana.
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (An Nuur : 26)
Memperbaiki diri itu sebuah keharusan. Begitulah aku, sampai detik ini masih belajar. Karena semakin belajar semakin tahu bahwa ilmu yang diperoleh belum ada apa-apanya. Tentang jodoh, semua telah aku pasrahkan kepada Allah. Sebaik-baiknya pilihan adalah pilihanNya. Tugasku hanya satu, memperbaiki diri.
Disudut jendela, pandanganku tertuju keluar. Mengingat itu semua, hanya bisa tersenyum. Bagian dari serpihan puzzelku. Langit masih gelap gulita, tapi tidak akan lama lagi mentari akan keluar dari sangkarnya. Disaat itu langit akan berubah warna, perpaduan oranye, merah, jingga. Indah sangat indah.
Roda-roda mulai bergerak. Yah, aku saat ini berada di dalam Kereta Senja Utama Jogja. Kota yang selalu membuatku merindukan karenanya, seorang sahabat. Sudah berkali-kali ketempat itu tapi membuang ensensi kekagumanku pada kota itu. Kota para pejuang. Prol tape purnama jati, salah satu makanan has Jember. Tentunya, tidak akan melupakan makanan ini untuk oleh-oleh.
Rintikan hujan menyabut kedatanganku. Selamat datang di kota Gudeg, Jogja berhati nyaman. Dalam hati yang terdalam, ada keinginan suatu hari bisa menetap di tepat ini. Mungkinkah, jodohku dari tempat ini? Alahu a’lam.

Jember, 03 Januari 2014
Biodata;
Hikari Hana adalah nama pena dari Khuszaimah Yanuar. Lahir di Probolinggo, 16 Januari. Karyanya dimuat dalam beberapa antologi yang telah diterbitkan, antara lain; Karena Ayah mencintaiku, Ketika sudah Lillah, Biarkan ia kembali dan Untukmu,calon imamku. Penulis bisa dihubungi di akun Facebook: Hikari Hana atau Email: Hikarihana_93@yahoo.co.id

2 komentar:

  1. mbk,, novelnya keren banget. lanjutkan menulis mbk,,,,,,, semangaaattt!!

    salam eyla^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih :) Itu bukan novel, tapi kumpulan cerpen mbak :D

      Salam hangat untukmu ^^

      Hapus

Tinggalkan jejakmu disini :)~~